Selasa, 14 Mei 2013

BEKERJA ITU IBADAH

BEKERJA ITU IBADAH

Bekerja bukan hanya kebutuhan, tapi juga kewajiban. Berpahala jika dilakukan, berdosa kalau ditinggalkan. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah saw dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah saw bertanya, “Adakah sesuatu di rumahmu?”

“Ada, ya Rasulullah!” jawabnya, “Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum.”

“Bawalah kemari kedua barang itu,” sambung Rasulullah saw. Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah saw segera melelangnya. Kepada para sahabat yang hadir pada saat itu, beliau menawarkan pada siapa yang mau membeli. Salah seorang sahabat menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham, “Dua atau tiga dirham?” tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali. Inilah lelang pertama kali yang dilakukan Rasulullah.

Tiba-tiba salah seorang sahabat menyahut, “Saya beli keduanya dengan harga dua dirham.”
Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima uangnya. Uang itu lalu diserahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata, “Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini.”
Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah saw melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata, “Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan.”

Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan berlalu ia menemui Rasulullah melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu menuturkan bahwa selama dua pekan ia berhasil mengumpulkan uang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian. Mendengar penuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda, “Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat.”

Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri. Rasulullah saw pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik,” (HR Ahmad dan Baihaqi).

Sedemikian tingginya penghargaan itu sehingga orang yang bersungguh-sungguh bekerja disejajarkan dengan mujahid fi sabilillah. Kerja tak hanya menghasilkan nafkah materi, tapi juga pahala, bahkan maghfirah dari Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah ‘di jalan setan’ atau karena mengikuti jalan setan,” (HR Thabrani).

Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Tindakan mengemis, merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Orang yang meminta-minta kepada sesama manusia tidak saja hina di dunia, tapi juga akan dihinakan Allah kelak di akhirat.

Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain,” (HR Bukhari dan Muslim).

Bekerja juga berkait dengan kesucian jiwa. Orang yang sibuk bekerja tidak akan ada waktu untuk bersantai-santai dan melakukan ghibah serta membincangkan orang lain. Ia akan menggunakan waktunya untuk meningkatkan kualitas kerja dan usaha.

Begitu pentingnya arti bekerja, sehingga Islam menetapkannya sebagai suatu kewajiban. Setiap Muslim yang berkemampuan wajib hukumnya bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati. Ilmunya luas dan muridnya banyak. Di tengah kesibukannya belajar dan mengajar, ia masih menyempatkan diri untuk bekerja sehingga tidak jelas apakah ia seorang pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Baginya, berusaha itu suatu keharusan. Sedangkan berjuang, belajar dan mengajarkan ilmu itu juga kewajiban.

Tentang nilai usaha ini, Islam tidak hanya bicara dalam tataran teori, tapi juga memberikan contohnya. Rasulullah saw adalah seorang pekerja. Para sahabat yang mengelilingi beliau juga adalah para pekerja. Delapan sahabat Rasulullah saw yang dijamin masuk surga adalah para saudagar yang kaya.

Kenapa orang yang bekerja itu mendapatkan pahala di sisi Allah SWT? Jawabannya sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaidah fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang meninggalkannya akan terkena sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja, Rasulullah bersabda, “Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya),” (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi)

Karena bekerja merupakan kewajiban, maka tak heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk di masjid, sementara sang mentari sudah terpancar bersinar.

ANJING MUSAFIR

ANJING MUSAFIR

Diceritakan bahawa pada suatu hari *Abdullah bin Jaafar sedang berpergian. Ketika sampai di sebuah kebun kurma milik seseorang, dia berhenti untuk beristirehat. Didapatinya di situ ada seorang hamba abdi berkulit hitam yang menjaga kebun kurma tersebut. Tiba-tiba hamba abdi itu mengeluarkan bekalnya untuk makan yang berupa tiga potong makanan. Seekor anjing datang menghampirinya dan berpusing-pusing berhampiran si hamba sambil menyalak sebagai tanda ingin merasa makanan itu. Lidahnya pun dihulur-hulurkannya keluar.

Hamba abdi yang peka itu mencampakkan sepotong makanannya ke arah anjing dan dimakannya. Kemudian dicampakkannya pula sepotong lagi dan dimakannya pula. Ternyata anjing itu masih belum mahu lari juga. Maka hamba abdi itu mencampakkan lagi makanannya untuk ketiga kalinya dan dimakannya lagi. Maka habislah semua bekal si hamba kerana diberikan kepada anjing yang datang.

Abdullah bin Jaafar yang melihat perkara itu sangat hairan, kerana si hamba telah memberikan semua makanannya kepada anjing. “Wahai anakku, berapa banyakkah makananmu sehari di tempat ini?” tanya Abdullah bin Jaafar.

“Tiga potong saja yang kesemuanya telah dimakan anjing tadi.” Jawab si hamba.

“Mengapa engkau berikan semua kepada anjing itu? Dan engkau sendiri akan makan apa?” tanya Abdullah.

“Wahai tuan. Tempat ini bukanlah kawasan anjing. Jadi aku yakin dia datang dari tempat yang jauh, sedang bermusafir dan tentu dia sangat lapar. Sedang aku sendiri, biarlah tidak makan hari ini sehingga esok.” jawab si hamba.

Mendengar itu, Abdullah berseru: “Subhanallah. Bagus...bagus. Ternyata hamba itu lebih dermawan daripada saya.”

Kerana rasa terharunya dan merasa kedermawanannya masih dikalahkan oleh seorang hamba hitam, Abdullah bin Jaafar membeli kebun kurma dan hamba abdi itu dari tuannya. Kemudian dia memerdekakan si hamba, dan kebun kurma itu diberikan kepadanya. Setelah itu, dia pergi meninggalkan tempat itu untuk meneruskan perjalanannya.

__________________________________________
(*) Abdullah bin Jaafar bin Abi Talib lahir di Negeri Habsyah ketika umat Islam sedang berpindah ke sana dengan dipimpin oleh ayahnya Jaafar bin Abi Talib. Dialah keluarga Bani Hasyim yang paling akhir melihat Rasulullah SAW Ketika Nabi SAW membaiatnya, Abdullah bin Jaafar baru berumur tujuh tahun, turut bersama dalam baiat itu Abdullah bin Zubair yang umurnya juga baru tujuh tahun.Abdullah bin Jaafar memang terkenal sangat dermawan. Dia pernah bersedekah sehingga beribu-ribu dinar dalam satu masa, enam puluh ribu, empat puluh ribu dinar dan lain-lain. Muawiyah sangat suka kepadanya dan memberinya satu juta dirham setiap tahun. Suatu masa ketika Muawiyah mengerjakan memberinya lima puluh ribu dinar. Abdullah bin Jaafar wafat pada tahun 83 Hijrah.

HIKMAH MENINGGALKAN CAKAP BOHONG

HIKMAH MENINGGALKAN CAKAP BOHONG

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Luqman Hakim, menceritakan pada suatu hari ada seorang telah datang berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kerana hendak memeluk agama Islam. Sesudah mengucapkan dua kalimah syahadat, lelaki itu lalu berkata :

"Ya Rasulullah. Sebenarnya hamba ini selalu saja berbuat dosa dan payah hendak meninggalkannya."

Maka Rasulullah menjawab : "Mahukah engkau berjanji bahwa engkau sanggup meninggalkan bercakap bohong?"

"Ya, saya berjanji" jawab lelaki itu singkat. Selepas itu, dia pun pulanglah ke rumahnya.
Menurut riwayat, sebelum lelaki itu memeluk agama Islam, dia sangat terkenal sebagai seorang yang jahat. Kegemarannya hanyalah mencuri, berjudi dan meminum minuman keras. Maka setelah dia memeluk agama Islam, dia sedaya upaya untuk meninggalkan segala keburukan itu. Sebab itulah dia meminta nasihat dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Dalam perjalanan pulang dari menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lelaki itu berkata di dalam hatinya :

"Berat juga aku hendak meninggalkan apa yang dikehendaki oleh Rasulullah itu."
Maka setiap kali hatinya terdorong untk berbuat jahat, hati kecilnya terus mengejek.

"Berani engkau berbuat jahat. Apakah jawapan kamu nanti apabila ditanya oleh Rasulullah.

Sanggupkah engkau berbohong kepadanya" bisik hati kecil. Setiap kali dia berniat hendak berbuat jahat, maka dia teringat segala pesan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan setiap kali pulalah hatinya berkata :

"Kalau aku berbohong kepada Rasulullah bererti aku telah mengkhianati janjiku padanya. Sebaliknya jika aku bercakap benar bererti aku akan menerima hukuman sebagai orang Islam. Oh Tuhan....sesungguhnya di dalam pesanan Rasulullah itu terkandung sebuah hikmah yang sangat berharga."

Setelah dia berjuang dengan hawa nafsunya itu, akhirnya lelaki itu berjaya di dalam perjuangannya menentang kehendak nalurinya. Menurut hadis itu lagi, sejak dari hari itu bermula babak baru dalam hidupnya. Dia telah berhijrah dari kejahatan kepada kemuliaan hidup seperti yang digariskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hingga ke akhirnya dia telah berubah menjadi mukmin yang soleh dan mulia.

Wednesday, November 08, 2006

SEJENAK DENGAN JUHA 'MR. BEAN' ZAMAN ABBASIYAH

Belakang Bererti Hadapan

Abu Bakar Al-Kalbi menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan Juha* di Kufah. Ketika itu dia sengaja datang ke Kufah untuk pergi ke rumah hakim. Sesampainya di sana dia berjumpa dengan seorang syeikh sedang duduk berjemur di panas matahari.

“Wahai Syeikh! Di mana rumah tuan hakim?” Tanya Abu Bakar Al-Kalbi kepada Syeikh itu..

“Wara’aka (di belakangmu).” Jawab Syeikh itu.

Maka Abu Bakar pun berpatah balik ke belakang untuk mencari rumah yang dimaksud.

“Subhanallah, mengapa engkau berbalik ke belakang?” Tegur Syeikh itu tiba-tiba..

“Tuan kata “di belakangmu”, jadi saya balik ke belakanglah.” Jawab Abu Bakar..

“Dengarlah saudara. Ikramah telah mengkhabarkan kepadaku dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah ....”

Lalu Syeikh itu membaca surah Al-Kahfi, ayat 79 yang ertinya: “Kerana di belakang mereka ada seorang raja yang mengambil setiap perahu dengan paksa.”

“Ikramah berkata,” Kata syeikh itu lagi. “Di belakang mereka maksudnya di hadapan mereka.”

Barulah Abu Bakar Al-Kalbi faham bahawa rumah tuan hakim yang sedang dicarinya ada di hadapannya.

“Subhanallah......” Kata Abu Bakar kagum.

Kemudian dia bertanya: “Syeikh ini Abu siapa......?” .

“Abul Ghusn.” Jawabnya..

“Nama yang sebenar?” Tanya Abu Bakar lagi. .

“Juha.” Jawabnya.

*** Ubbad bin Suhaib juga menceritakan pengalaman yang sama dengan Abu Bakar Al-Kalbi ketika datang ke Kufah. Dia datang ke kota itu untuk mendengarkan tilawah Al-Quran dari Syeikh Ismail bin Abi Khalid. Ketika dia sedang tercari-cari tiba-tiba bertemu dengan seorang Syeikh sedang duduk-duduk. “Wahai syeikh, di mana rumah Ismail bin Abi Khalid?” Tanya Ubbad bin Suhaib. “Terus ke belakang.” Jawab orang tua itu. “Jadi aku mesti berpatah balik?” Tanya Ubbad. “Aku cakap di belakangmu, mengapa mesti berpatah balik.” “Tuan cakap wara’aka, bererti kan di belakangku.” Kata Ubbad bin Suhaib. “Bukan begitu. Ikramah telah mengkhabarkan kepadaku tentang firman Allah “Wa kana wa ra’ahum”, maksudnya “di hadapan mereka.” Ubbad kagum akan kecerdikan orang tua itu..“Siapa nama tuan?” Tanya Ubbad.. “Nama saya Juha.” Jawab orang tua itu.


Pekikan Jubah
Abul Hasan menceritakan pula bahawa seorang lelaki telah mendengar suara orang berteriak dan mengadu kesakitan di rumah Juha.

“Aku mendengar suara pekikan di rumah tuan, apa gerangan?” tanya lelaki itu kepada Juha.

“Jubahku jatuh dari atas rumah.” jawab Juha.

"Err..hanya jubah jatuh pun sampai terpekik-pekik?”

“Engkau ini bodoh. Jika engkau sedang memakai jubah, dan jubah yang dipakaimu jatuh, bukankah engkau ikut jatuh bersamanya?” kata Juha.


Kubur Di Atas Tanah

Suatu hari seorang jiran Juha meninggal dunia, maka Juha bertanggung jawab ke atas pengkebumiannya. Dia lalu pergi kepada tukang gali kubur untuk memesan sebuah kuburan. Akan tetapi terjadi pertengkaran antara Juha dan tukang gali kubur berkenaan dengan upah menggalinya. Tukang gali kubur meminta upah sekurang-kurangnya lima dirham, dan kalau tidak, dia tidak mahu menggali kubur. Juha tidak setuju akan bayaran sebanyak itu. Tiba-tiba dia pergi ke pasar membeli beberapa biji kayu papan dengan harga dua dirham dan dibawanya ke perkuburan

“Buat apa kayu itu?” tanya orang ramai.

“Tukang gali kubur tidak mahu menggali kuburan kalau tidak dibayar sekurang-kurangnya lima dirham. Aku beli papan ini dengan harga dua dirham sahaja. Aku akan tutup saja mayat jiranku itu dengan papan ini dan akan diletakkan di atas tanah perkuburan. Aku masih untung tiga dirham. Di samping itu, si mayat tidak terkena himpitan kubur dan terhindar dari pertanyaan Malaikat Mungkar dan Nakir di dalam kubur. "


Unta Minta Upah?
Suatu ketika Juha pergi keluar untuk membeli gandum. Setelah gandum dapat, lalu dinaikkan ke atas untanya untuk dibawa balik.

Tiba-tiba unta yang dikenderainya lari dengan membawa gandum yang baru digiling itu. Setelah beberapa hari kemudian, Juha menjumpai untanya. Akan tetapi Juha mengelak daripada dilihat oleh untanya.

“Mengapa engkau menyembunyikan diri dari untamu?” tanya seseorang kepadanya.

“Aku khuatir unta itu meminta wang tambang kepadaku. Oleh kerana itulah aku bersembunyi daripadanya.” jawab Juha.

***
Pada suatu musim haji, ayah Juha keluar ke Makkah untuk mengerjakan ibadah haji. Ketika ayahnya akan berangkat, Juha berpesan: “Ayah jangan terlalu lama pergi. Usahakan ada di sini semula pada Hariraya Aidiladha agar kita dapat menyembelih kurban bersama.”


Kambing Ajaib

Semasa remajanya, Juha pernah disuruh ke pasar oleh ayahnya untuk membelikan kepala kambing bakar. Dia pun pergi dan membeli sebuah kepala kambing bakar yang baik dan dibawanya pulang.

Di tengah perjalanan, Juha berhenti dan membuka kepala kambing itu, lalu dimakannya kedua-dua matanya, kedua-dua telinganya, lidahnya dan otaknya. Kemudian sisanya yakni tengkorak- tengkoraknya dibawa pulang dan diserahkan kepada ayahnya.

Sudah tentu ayahnya sangat terkejut kerana kepala tersebut sudah kosong dan bahagian-bahagian lainnya juga hilang.

“Celaka kamu, apa ini?” kata ayahnya..

“Itulah kepala yang ayah minta.” jawab Juha.

“Mana kedua-dua matanya?” tanya ayahnya lagi..

“Ia adalah kambing buta.” jawab Juha..

“Mana kedua-dua telinganya.”

“Kambingnya tuli.” jawab Juha.

“Lidahnya juga tidak ada, ke mana?” tanya ayahnya.

“Kambing itu kelu agaknya.” Jawab Juha.

“Sampai pada otaknya juga tidak ada, ke mana?”

“Kambingnya botak.” jawab Juha.

Ayahnya tidak dapat menerima kepala kambing yang tidak sempurna itu kerana merasa rugi.

“Celaka engkau Juha. Sila kembalikan kepala kambing ini kepada penjualnya, dan tukar dengan yang lain.” kata ayahnya.

“Pemiliknya telah menjual kambing itu tanpa sebarang cacat.” jawab Juha.


Membeli Bangkai

Suatu hari Juha melihat budak-budak mempermain-mainkan seekor burung yang sudah mati.

“Boleh jual kepadaku burung itu?” Tanya Juha.

“Burung sudah mati akan engkau beli, buat apa?” Tanya budak-budak itu.

“Aku memang ingin memilikinya.”

“Kalau nak juga, sila beli.” Kata budak-budak itu.

Juha membayar burung mati itu dengan harga satu dirham kemudian dibawanya pulang. Sesampainya di rumahnya, ibu hairan dan marah. “Hai Juha! Buat apa kau bawa burung yang sudah jadi bangkai itu?” tanya ibunya.

“Diamlah bu. Jika burung itu hidup, aku tidak sanggup mengeluarkan seratus dirham untuk membeli makanannya.” Jawab Juha.

____________________________________________
(*) Juha Al-Kufi Al-Fazzari, juga dikenali sebagai Abul Ghusn adalah seorang yang terlalu pelupa dan lurus walaupun cerdik, sehingga perjalanan hidupnya banyak yang aneh. Ibunya adalah khadam kepada ibu Anas bin Malik, sahabat Nabi SAW. Al-Jauhari di dalam kitab menamakannya Juha. Pengarang kitab “Al-Qamus” mengatakan bahawa Juha adalah gelarannya, sedang namanya yang sebenar adalah Dajin bin Thabit. Akan tetapi Ibnu Hajar di dalam kitab “Lisanul Mizan” menafikan bahawa Juha adalah Dajin bin Thabit. Selain Juha Al-Kufi yang berbangsa Arab ini, ada lagi orang bernama Juha, tapi berasal dari Turki. Sehingga kadang-kadang kisah kedua-dua Juha itu bercampur.

KISAH PEMUDA YANG BERNAMA 'UZAIR

KISAH PEMUDA YANG BERNAMA 'UZAIR

Pada suatu hari ketika 'Uzair memasuki kebunnya yang menghijau dengan pokok-pokok tamar dan tiba-tiba hatinya telah terpesona serta tertarik untuk memikirkan rahsia keindahan dan keajaiban alam ini. Sesudah memetik buah-buahan dia pulang dengan keldainya sambil menikmati keindahan-keindahan alam sekitarnya sehingga keldai yang ditungganginya tersesat jalan. Setelah sekian lama barulah dia sedar bahwa dia telah berada di suatu daerah yang tidak dikenali oleh beliau serta sudah jauh dari negerinya sendiri.

Sebaik saja dia sampai ke daerah itu dilihatnya kampung itu baru saja diserbu oleh musuh-musuh sehingga menjadi rosak-binasa sama sekali. Di tapak atau bekas runtuhan terdapat mayat-mayat manusia yang bergelimpangan yang sudah busuk serta hancur. Melihatkan pemandangan yang mengerikan itu, dia pun turun dari keldainya dengan membawa dua keranjang buah-buahan. Manakala keldainya itu ditambat di situ, kemudian dia pun duduk bersandar pada dinding sebuah rumah yang sudah runtuh bagi melepaskan penatnya. Dalam pada itu, fikirannya mula memikirkan mayat manusia yang sudah busuk itu.

"Bagaimana orang-orang yang sudah mati dan hancur itu akan dihidupkan oleh Tuhan kembali di negeri akhirat?" begitulah pertanyaan yang datang bertalu-talu da tidak terjawab olehnya sehingga dia menjadi lemah-longlai dan kemudian terus tertidur. Dalam tidur itu, dia seakan-akan bertemu dengan semua arwah (roh-roh) orang-orang yang sudah meninggal itu. Tidurnya amat luar biasa sekali, bukan hanya sejam atau semalam, tetapi dia telah tidur terus-menerus tanpa bangun-bangun selama seratus tahun lamanya.

Dalam masa dia tertidur itu, keadaan di sekitarnya sudah ramai lapisan baru, rumah serta bangunan-bangunan banyak yang telah didirikan. Dalam masa seratus tahun itu, segala-galanya sudah berubah, manakal 'Uzair tetap terus tidur tersandar di dinding buruk itu menjadi jasad (tubuh) yang tidak bernyawa lagi. Dagingnya sudah hancur dan tulang belulangnya sudah hancur lebur berderai. Kemudian jasad 'Uzair yang telah mati, daging dan tulangnya yang sudah hancur itu disusun kembali oleh Allah pada bahagiannya masing-masing lalu ditiupkan ruhnya. Dan ketika itu juga 'Uzair hidup kembali seperti dahulu. 'Uzair terus berdiri seperti orang yang bangun dari tidur lantas dia mencari keldai dan buah-buahannya di dalam keranjang dahulu.

Tidak berapa lama kemudian, turunlah beberapa malaikat seraya bertanya, "Tahukah engkau ya 'Uzair berapa lama engkau tidur?" Tanpa berfikir panjang 'Uzair menjawab, "Saya tertidur sehari dua ataupun setengah hari." Lalu malaikat pun berkata kepadanya, "Bahwa engkau terdampar di sini genap seratus tahun lamanya. Disinilah engkau berbaring, berhujan dan berpanas matahari, kadang-kadang ditiup badai dan berhawa sejuk dan juga panas terik. Dalam masa yang begitu panjang, makanan engkau tetap baik keadaannya. Tetapi cuba lihat keadaan keldai itu, dia sendiri pun sudah hancur dan dagingnya sudah busuk."

Berkata malaikat lagi, "Lihatlah dan perhatikanlah sungguh-sungguh. Demikianlah kekuasaan Allah. Allah dapat menghidupkan kembali orang yang sudah mati dan mengembalikan jasad-jasad yang sudah hancur lebur dan dengan semudah itu pulalah Tuhan akan membangkitkan semua manusia yang sudah mati itu nanti di akhirat untuk diperiksa dan diadili segala perbuatannya. Hal ini diperlihatkan oleh Tuhan kepada engkau supaya iman engkau tetap dan engkau sendiri dapat menjadi bukti kepada manusia-manusia lain supaya engkau dan manusia-manusia lain tiada syak dan ragu-ragu lagi tentang apa yang diterangkan Tuhan tentang akhirat itu."

Setelah 'Uzair melihat makanan dan keldainya yang sudah hancur itu, maka 'Uzair pun berkata, "Sekarang tahulah saya bahwa Allah itu adalah berkuasa ke atas tiap-tiap sesuatu." Tiba-tiba keldai yang sudah hancur berderai itu dilihatnya mulai dikumpulkan daging dan tulangnya. Dan akhirnya menjadi seperti sediakala iaitu hidup kembali bergerak-gerak dan berdiri sebagaimana sebelum mati. Maka 'Uzair pun berkata, "Sekarang tahulah saya bahwa Allah berkuasa di atas segala-galanya." Lalu dia pun terus mengambil keldainya dahulu dan terus menunggangnya pulang ke rumahnya dahulu dengan mencari-cari jalan yang sukar untuk dikenali. Dilihatnya segala-gala telah berubah. Dia cuba mengingati apa yang pernah dilihatnya seratus tahun dahulu. Setelah menempuhi berbagai kesukaran, akhirnya dia pun sampai ke rumahnya. Sebaik saja dia sampai di situ, dia mendapati rumahnya sudah pun buruk di mana segala dinding rumahnya telah habis runtuh. Semasa dia memandang keadaan sekeliling rumahnya, dia ternampak seorang perempuan tua, lantas dia pun bertanya, "Inikah rumah tuan 'Uzair?"

"Ya," jawab perempuan itu. "Inilah rumah 'Uzair dahulu, tetapi 'Uzair telah lama pergi dan tiada didengar berita tentangnya lagi sehingga semua orang pun lupa padanya dan saya sendiri tidak pernah menyebut namanya selain kali ini saja." Kata perempuan itu sambil menitiskan airmata.

'Sayalah 'Uzair," jawab 'Uzair dengan pantas. "Saya telah dimatikan oleh Tuhan seratus tahun dahulu dan sekrang saya sudah dihidupkan oleh Allah kembali." Perempuan tua itu terkejut seakan-akan tidak percaya, lalu dia pun berkata, "'Uzair itu adalah seorang yang paling soleh, doanya selalu dimakbulkan oleh Tuhan dan telah banyak jasanya di dalam menyembuhkan orang yang sakit tenat." Sambunya lagi, "Saya ini adalah hambanya sendiri, badan saya telah tua dan lemah, mata saya telah pun buta kerana selalu menangis terkenangkan 'Uzair. Kalaulah tuan ini 'Uzair maka cubalah tuan doakan kepada Tuhan suaya mata saya terang kembali dan dapat melihat tuan."

"Uzair pun mendaha kedua belah tangannya ke langit lalu berdoa ke hadrat Tuhan. Tiba-tiba mata orang rua itupun terbuka dan dapat melihat dengan lebih terang lagi. Tubuhnya yang tua dan lemah itu kembali kuat seakan-akan kembali muda. Setelah merenung wajah 'Uzair dia pun berkata, "Benar, tuanlah 'Uzair. Saya masih ingat." Hambanya itu terus mencium tangan 'Uzair lalu keduanya pergi mendapatkan orang ramai, bangsa Israil. 'Uzair memperkenalkan dirinya bahwa dialah 'Uzair yang pernah hidup di kampung itu lebih seratus tahun yang lalu.

Berita itu bukan saja mengejutkan bangsa Israil, tetapi ada juga meragukan dan ada yang tidak percaya kepadanya. Walau bagaimanapun berita itu menarik perhatian semua orang yang hidup ketika itu. Kerana itu mereka ingin menguji kebenaran 'Uzair. Kemudian datanglah anak kandungnya sendiri seraya bertanya, "Saya masih ingat bahwa bapa saya mempunyai tanda di punggungnya. Cubalah periksa tanda itu. Kalau ada benarlah dia 'Uzair." Tanda itu memang ada pada 'Uzair, lalu percayalah sebahagian daripada mereka. Akan tetapi sebahagian lagi mahukan bukti yang lebih nyata, maka mereka berkata kepada 'Uzair, "Bahwa sejak penyerbuan Nebukadnezar ke atas bangsa dan negara Israil dan setelah tentera tersebut membakar kitab suci Taurat, maka tiadalah seorang pun bani Israil yang hafal isi Taurat kecuali 'Uzair saja. Kalau benarlah tuan Uzair, cubalah tuan sebutkan isi Taurat yang betul."

'Uzair pun membaca isi Taurat itu satu persatu dengan fasih dan lancar serta tidak salah walaupun sedikit. Mendengarkan itu barulah mereka percaya bahwa sungguh benar itulah 'Uzair. Ketika itu, semua bangsa Israil punpercaya bahwa dialah 'Uzair yang telah mati dan dihidupkan semual oleh Tuhan. Banyak di antara mereka yang bersalam dan mencium tangan 'Uzair serta meminta nasihat dan panduan daripadanya. Tetapi sebahagian daripada kaum Yahudi yang bodoh menganggap 'Uzair sebagai anak Tuhan pula. Maha Suci Allah tidak mempunyai anak samada 'Uzair mahupun Isa kerana semua makhluk adalah kepunyaan-Nya belaka. Janganlah kita was-was tentang kekuasaan Allah, maka hendaklah dia fikir siapakah yang menciptakan dirinya itu. Adalah mustahil sesuatu benda itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Kalau masih ada orang yang ragu-ragu tentang kekuasaan Allah, ubatnya hanya satu saja, hendaklah dia membaca dan memahami al-Qur'an, was-was terhadap kekuasaan Allah itu hanya datangnya dari syaitan.

Allah S.W.T telah meletakkan komputer dalam kepala kita untuk berfikir, oleh itu gunakanlah akal kita untuk berfikir.

KISAH UNTA MEMATAHKAN RANCANGAN ABU JAHAL UNTUK MEMBUNUH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM


KISAH UNTA MEMATAHKAN RANCANGAN ABU JAHAL UNTUK MEMBUNUH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

Setelah pelbagai usaha oleh kaum Quraisy untuk menyekat dan menghapuskan penyebaran agama Islam menemui kegagalan, maka Abu Jahal semakin benci terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kebencian Abu Jahal ini tidak ada tolok bandingnya, malah melebihi kebencian Abu Lahab terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Melihatkan agama Islam semakin tersebar, Abu Jahal pun berkata kepada kaum Quraisy di dalam suatu perhimpunan, "Hai kaumku! Janganlah sekali-kali membiarkan Muhammad menyebarkan ajaran barunya dengan sesuka hatinya. Ini adalah kerana dia telah menghina agama nenek moyang kita, dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan, aku berjanji kepada kamu sekalian, bahwa esok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk dibalingkan ke kepala Muhammad ketika dia sujud. Selepas itu, terserahlah kepada kamu semua samada mahu menyerahkan aku kepada keluarganya atau kamu membela aku dari ancaman kaum kerabatnya. Biarlah orang-orang Bani Hasyim bertindak apa yang mereka sukai."

Tatkala mendengar jaminan daripada Abu Jahal, maka orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu berkata secara serentak kepadanya, "Demi Tuhan, kami tidak akan sekali-kali menyerahkan engkau kepada keluarga Muhammad. Teruskan niatmu."

Orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu merasa bangga mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Abu Jahal bahwa dia akan menghapuskan Muhammad kerana jika Abu Jahal berjaya menghapuskan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bererti akan terhapuslah segala keresahan dan kesusahan mereka selama ini yang disebabkan oleh kegiatan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebarkan agama Islam di kalangan mereka.

Dalam pada itu, terdapat juga para hadirin di situ telah mengira-ngira perbelanjaan untuk mengadakan pesta sekiranya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berjaya dihapuskan. Pada pandangan mereka adalah mudah untuk membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Esa serta sekalian penghuni langit. Padahal Allah tidak akan sekali-kali membiarkan kekasih-Nya diancam dan diperlakukan seperti binatang.

Dengan perasaan bangga, keesokan harinya di sebelah pagi, Abu Jahal pun terus pergi ke Kaabah iaitu tempat biasa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersembahyang. Dengan langkahnya seperti seorang satria, dia berjalan dengan membawa seketul batu besar di tangan sambil diiringi oleh beberapa orang Quraisy yang rapat dengannya. Tujuan dia mengajak kawan-kawannya ialah untuk menyaksikan bagaimana nanti dia akan menghempapkan batu itu di atas kepala Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Sepanjang perjalanan itu dia membayangkan bagaimana keadaan Nabi Muhammad nanti setelah kepalanya dihentak oleh batu itu. Dia tersenyum sendirian apabila membayangkan kepala Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pecah dan tidak bergerak lagi. Dan juga membayangkan bagaimana kaum Quraisy akanmenyambutnya sebagai pahlawan yang telah berjaya membunuh musuh nombor satu mereka.

Sebaik saja Abu Jahal tiba di perkarangan Masjidil Haram, dilihatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baru saja sampai dan hendak mengerjakan sembahyang. Dalam pada itu, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyedari akan kehadiran Abu Jahal dan kawan-kawannya di situ. Baginda tidak pernah terfikir apa yang hendak dilakukan oleh Abu Jahal terhadap dirinya pada hari itu.

Sebaik-baik saja Abu Jahal melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mula bersembahyang, dia berjalan perlahan-lahan dari arah belakang menuju ke arah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu Jahal melangkah dengan berhati-hati, setiap pergerakannya dijaga, takut disadari oleh baginda.

Dari jauh kawan-kawan Abu Jahal memerhatikan dengan perasaan cemas bercampur gembira. Dalam hati mereka berkata, "Kali ini akan musnahlah engkau hai Muhammad."

Sebaik saja Abu Jahal hendak menghampiri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan menghayun batu yang dipegangnya itu, tiba-tiba secepat kilat dia berundur ke belakang. Batu yang dipegangnya juga jatuh ke tanah. Mukanya yang tadi merah kini menjadi pucat lesi seolah-olah tiada berdarah lagi. Rakan-rakannya yang amat ghairah untuk melihat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam terbunuh, tercengang dan saling berpandangan.

Kaki Abu Jahal seolah-olah terpaku ke bumi. Dia tidak dapat melangkahkan kaki walaupun setapak. Melihatkan keadaan itu, rakan-rakannya segera menarik Abu Jahal dari situ sebelum disadari oleh baginda. Abu Jahal masih terpinga-pinga dengan kejadian yang dialaminya.
Sebaik saja dia sedar dari kejutan peristiwa tadi, rakan-rakannya tidak sabar untuk mengetahui apakah sebenarnya yang telah berlaku. Kawannya bertanya, "Apakah sebenarnya yang terjadi kepada engkau, Abu Jahal? Mengapa engkau tidak menghempapkan batu itu ke kepala Muhammad ketika dia sedang sujud tadi?"

Akan tetapi Abu Jahal tetap membisu, rakan-rakannya semakin keheranan. Abu Jahal yang mereka kenali selama ini seorang yang lantang berpidato dan menyumpah seranah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tiba-tiba saja diam membisu.

Dalam pada itu, Abu Jahal masih terbayang-bayang akan kejadian yang baru menimpanya tadi. Dia seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, malah dia sendiri tidak menyangka perkara yang sama akan berulang menimpa dirinya.

Perkara yang sama pernah menimpa Abu Jahal sewaktu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi ke rumah Abu Jahal apabila seorang Nasrani mengadu kepada baginda bahwa Abu Jahal telah merampas hartanya. Pada masa itu Abu Jahal tidak berani berkata apa-apa pada baginda apabila dia terpandang dua ekor harimau menjadi pengawal peribadi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Kemudian setelah habis mereka menghujani Abu Jahal dengan pelbagai soalan, maka Abu Jahal pun mula bersuara, "Wahai sahabatku! Untuk pengetahuan kamu semua, sebaik saja aku menghampiri Muhammad hendak menghempapkan batu itu ke kepalanya, tiba-tiba muncul seekor unta yang besar hendak menendang aku. Aku amat terkejut kerana belum pernah melihat unta yang sebegitu besar seumur hidupku. Sekiranya aku teruskan niatku, nescaya akan matilah aku ditendang oleh unta itu, sebab itulah aku berundur dan membatalkan niatku."
Rakan-rakan Abu Jahal berasa amat kecewa mendengar penjelasan itu, mereka tidak menyangka orang yang selama ini gagah dan beria-ia hendak membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya tinggal kata-kata saja. Orang yang selama ini diharapkan boleh menghapuskan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan pengaruhnya hanya berupaya bercakap seperti tin kosong saja.

Setelah mendengar penjelasan dari Abu Jahal yang tidak memuaskan hati itu, maka mereka pun berkata kepada Abu Jahal dengan perasaan keheranan, "Ya Abu Jahal, semasa kau menghampiri Muhammad tadi, kami memerhatikan engkau dari jauh tetapi kai tidak napak akan unta yang engkau katakan itu. Malah bayangnya pun kami tidak nampak."

Rakan-rakan Abu Jahal mula sangsi dengan segala keterangan yang diberikan oleh Abu Jahal. Mereka menyangka Abu Jahal sentiasa mereka-reka cerita yang karut itu, mereka mula hilang kepercayaan terhadapnya. Akhirnya segala kata-kata Abu Jahal mereka tidak berapa endahkan lagi.

PAHLAWAN LIDAH API

PAHLAWAN LIDAH API

Mendung hitam menggelayut di atas bumi Spanyol. Eropa sedang dikangkangi oleh penjajah, Raja Gotik yang kejam. Wanita merasa terancam kesuciannya, petani dikenakan pajak tanah yang tinggi, dan banyak lagi penindasan yang tak berperikemanausiaan. Raja dan anteknya bersukaria dalam kemewahan sedang rakyat merintih dalam kesengsaraan. Sebagian besar penduduk yang beragama Kristen dan Yahudi, mengungsi ke Afrika, berharap mendapat ketenangan yang lebih menjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur dan mempunyai toleransi yang tinggi karena berada di bawah naungan pemerintahan Islam.

Satu dari jutaan pengungsi itu adalah Julian, Gubernur Ceuta yang putrinya Florinda telah dinodai Roderick, raja bangsa Gotik. Mereka memohon pada Musa bin Nusair, raja muda Islam di Afrika untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang lalim itu. Setelah mendapat Persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian ke pantai selatan Spanyol. Bulan Mei tahun 711 Masehi, Tariq bin Ziyad, budak Barbar yang juga mantan pembantu Musa bin Nusair memimpin 12.000 anggota pasukan muslim menyeberangi selat antara Afrika dan daratan Eropa.

Begitu kapal-kapal yang berisi pasukannya mendarat di Eropa, Tariq mengumpulkan mereka di atas sebuah bukit karang, yang dinamai Jabal Tariq (karang Tariq) yang sekarang terkenal dengan nama Jabraltar. Di atas bukit karang itu Thariq memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka. Tentu saja perintah ini membuat prajuritnya keheranan. "Kenapa Anda lakukan ini?" tanya mereka. "Bagaimana kita kembali nanti?" tanya yang lain.

Namun Tariq tetap pada pendiriannya. Dengan gagah berani ia berseru, "Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid."

Keberanian dan perkataannya yang luar biasa menggugah Iqbal, seorang penyair Persia, untuk menggubahnya dalam sebuah syair berjudul "Piyam-i Mashriq":

"Tatkala Tariq membakar kapal-kapalnya di pantai Andalusia (Spanyol), Prajurit-prajurit mengatakan, tindakannya tidak bijaksana. Bagaimana bisa mereka kembali ke negeri Asal, dan perusakan peralatan adalah bertentangan dengan hukum Islam. Mendengar itu semua, Tariq menghunus pedangnya, dan menyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Allah adalah
kampung halaman kita."

Kata-kata Tariq itu bagaikan cambuk yang melecut semangat prajurit muslim yang dipimpinnya. Bala tentara muslim yang berjumlah 12.000 orang maju melawan tentara Gotik yang berkekuatan 100.000 tentara. Pasukan Kristen jauh lebih unggul baik dalam jumlah maupun persenjataan. Namun semua itu tak mengecutkan hati pasukan muslim.

Tanggal 19 Juli tahun 711 Masehi, pasukan Islam dan Nasrani bertemu, keduanya berperang di dekat muara sungai Barbate. Pada pertempuran ini, Tariq dan pasukannya berhasil melumpuhkan pasukan Gotik, hingga Raja Roderick tenggelam di sungai itu. Kemenangan Tariq yang luar biasa ini, menjatuhkan semangat orang-orang Spanyol dan semenjak itu mereka tidak berani lagi menghadapi tentara Islam secara terbuka.

Tariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok, dan menye-barkan mereka ke Kordoba, Malaga, dan Granada. Sedangkan dia sendiri bersama pasukan utamanya menuju ke Toledo, ibukota Spanyol. Semua kota-kota itu menyerah tanpa perlawanan berarti. Kece-patan gerak dan kehebatan pasukan Tariq berhasil melumpuhkan orang-orang Gotik.

Rakyat Spanyol yang sekian lama tertekan akibat penjajahan bangsa Gotik, mengelu-elukan orang-orang Islam. Selain itu, perilaku Tariq dan orang-orang Islam begitu mulia sehingga mereka disayangi oleh bangsa-bangsa yang ditaklukkannya.

Salah satu pertempuran paling seru terjadi di Ecija, yang membawa kemenangan bagi pasukan Tariq.  Dalam pertempuran ini, Musa bin Nusair, atasannya, sang raja muda Islam di Afrika ikut bergabung dengannya.

Selanjutnya, kedua jenderal itu bergerak maju terus berdampingan dan dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun seluruh dataran Spanyol jatuh ke tangan Islam. Portugis ditakluk-kan pula beberapa tahun kemudian.

"Ini merupakan perjuangan utama yang terakhir dan paling sensasional bagi bangsa Arab itu," tulis Phillip K.Hitti, "dan membawa masuknya wilayah Eropa yang paling luas yang belum pernah mereka peroleh sebelumnya ke dalam kekuasaan Islam. Kecepatan pelaksanaan dan kesempurnaan keberhasilan operasi ke Spanyol ini telah mendapat tempat yang unik di dalam sejarah peperangan abad pertengahan."

Penaklukkan Spanyol oleh orang-orang Islam mendorong timbulnya revolusi sosial di mana kebebasan beragama benar-benar diakui. Ketidaktoleranan dan penganiayaan yang biasa dilakukan orang-orang Kristen, digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan hati yang luar biasa.

Keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga jika tentara Islam yang melakukan kekerasan akan dikenakan hukuman berat. Tidak ada harta benda atau tanah milik rakyat yang disita. Orang-orang Islam memperkenalkan sistem perpajakan yang sangat jitu yang dengan cepat membawa kemakmuran di semenanjung itu dan menjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristen dibiarkan memiliki hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semua komunitas mendapat kesempatan yang sama dalam pelayanan umum.

Pemerintahan Islam yang baik dan bijaksana ini membawa efek luar biasa. Orang-orang Kristen termasuk pendeta-pendetanya yang pada mulanya meninggalkan rumah mereka dalam keadaan ketakutan, kembali pulang dan menjalani hidup yang bahagia dan makmur. Seorang penulis Kristen terkenal menulis: "Muslim-muslim Arab itu mengorganisir kerajaan Kordoba yang baik adalah sebuah keajaiban Abad Pertengahan, mereka mengenalkan obor pengetahuan dan perada-ban, kecemerlangan dan keistimewaan kepada dunia Barat. Dan saat itu Eropa sedang dalam kondisi percekcokan dan kebodohan yang biadab."

Tariq bermaksud menaklukkan seluruh Eropa, tapi Allah menentukan lain. Saat merencanakan penyerbuan ke Eropa, datang panggilan dari Khalifah untuk pergi ke Damaskus. Dengan disiplin dan kepatuhan tinggi, Tariq memenuhi panggilan Khalifah dan berusaha tiba seawal mungkin di Damaskus. Tak lama kemudian, Tariq wafat di sana. Budak Barbar, penakluk Spanyol, wilayah Islam terbesar di Eropa yang selama delapan abad di bawah kekuasaan Islam telah memenuhi panggilan Rabbnya. Semoga Allah merahmatinya.