Minggu, 12 Mei 2013

KISAH SU’UL KHATIMAH


KISAH SU’UL KHATIMAH

 
 
 
 
 
 
i
 
 
2981,1872 Votes
Quantcast


Oleh : Eka Feryananda

Salah seorang pelaut mengisahkan kepadaku sebuah kisah yang pernah terjadi di kapal mereka. Ia berkata,”Kami berlayar di atas kapal mengitari berbagai negeri untuk mencari rizki. Pada sebuah perjalanan, kami ditemani oleh seorang pemuda yang shalih, tulus hatinya, baik budi pekertinya. Kami melihat pancaran ketakwaan yang memancar dari wajahnya, cahaya dan keceriaan tergambar pada kehidupannya.
Kami tidak melihatnya kecuali dalam keadaan wudhu, shalat, atau dalam keadaan memberikan nasihat dan arahan. Jika telah datang waktu shalat, dia adzan untuk kami dan shalat memimpin kami. Jika salah seorang di antara kami tertinggal atau terlambat dia menegur dan menasihatinya. Kami senantiasa dimanjakan dengan nasihat-nasihatnya sepanjang perjalanan kami.
Lautpun mengantarkan kami menuju sebuah pulau dari kepulauan di India, kemudian kami pun berlabuh di sana. Sudah menjadi kebiasaan para pelaut, menjadikan hari-hari berikutnya sebagai untuk beristirahat, setelah penatnya perjalanan jauh. Mereka berjalan-jalan di pasar-pasar kota untuk membeli barang-barang asing yang mereka temukan sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan sanak saudara. Kemudian mereka kembali ke kapal di malam hari.
Di antara mereka ada beberapa orang yang terjerumus ke dalam kesesatan. Mereka pergi ke tempat-tempat permainan, mengumbar hawa nafsu ke tempat-tempat hina dan pelacuran. Sedangkan pemuda shalih tersebut sama sekali tidak turun dari kapal, bahkan dia menghabiskan hari-harinya untuk membenahi kapal dan apa saja yang dibutuhkan untuk diperbaiki. Demikian pula ia sibukkan dirinya dengan berdzikir, membaca al-Qur an dan shalat.
Pada suatu ketika, saat pemuda tersebut sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba datanglah salah seorang awak kapal yang termasuk orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan melakukan segala perbuatan yang berseberangan dengan amal-amal shalih, dan berakhlak dengan akhlak yang rendah. Dia berbisik kepadanya seraya berkata,”Wahai sahabatku, kenapa engkau berdiam diri di kapal tidak menyertai kami? Kenapa engkau tidak turun hingga melihat dunia yang bukan duniamu? Kamu akan melihat apa-apa yang bisa menyenangkan hatimu, dan menggembirakan jiwamu! Aku tidak berkata kepadamu, mari menuju tempat-tempat pelacuran, tidak juga ke tempat-tempat kebinasaan dan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi marilah, lihatlah kepada tempat-tempat permainan ular, bagaimana bermain-main dengan ular, melihat kepada penunggang gajah, bagaimana dia menjadikan belalainya sebagai tangga kemudian dia naik dengan kedua kaki dan tangannya hingga mendirikannya di atas satu kaki. Lihatlah kepada orang yang berjalan di atas paku, orang yang mengunyah bara api seperti mengunyah huah-buahan, orang yang meminum air laut yang menyegarkannya seperti air tawar menyegarkannya. Wahai saudaraku turunlah, dan lihatlah manusia.
Maka jiwa pemuda itupun tergerak rindu terhadap apa yang ia dengar. Maka dia berkata,”Apakah yang kamu sebutkan memang di luar sana?’ Maka berkatalah teman yang buruk tersebut: ‘Ya, turunlah, lihatlah apa yang bisa menyenangkanmu’.
Maka turunlah pemuda shailih tersebut bersama dengan temannya. Keduanya berjalan-jalan di pasar kota dan berbagai sudut jalan hingga masuk ke sebuah jalan kecil yang sempit. Keduanya sampai di penghujung jalan di depan sebuah rumah kecil. Temannya masuk ke dalam rumah tersebut dan meminta kepada pemuda tadi untuk menunggunya dan berkata,”Sebentar lagi aku akan mendatangimu, tetapi kamu jangan mendekat ke rumah itu.”
Duduklah pemuda tersebut jauh dari pintu. Dia habiskan waktunya membaca dan berdzikir. Tiba tiba, dia mendengar suara tawa keras terbahak-bahak, dan terbukalah pintu yang tadi dimasuki oleh temannya dan keluarlah seorang wanita yang telah melepaskan rasa malu dan menanggalkan akhlaknya.
Sang pemuda tergerak hatinya, diapun mendekat ke pintu dan memasang pendengarannya untuk mengetahui apa yang ada dalam rumah. Tiba-tiba dia mendengar suara yang lain, kemudian dia melihat dari celah-celah pintu, pandangan diikuti dengan pandangan yang lainnya, terus bergantian. Dia melihat sesuatu yang tidak biasa dan belum pernah ia lihat sebelumnya. Kemudian dia kembali ke tempatnya. Saat temannya keluar, pemuda tersebut segera menemuinya dan berkata: “Apa ini?! Celaka kamu! Ini adalah perkara yang dimurkai Allah, dan tidak Dia ridhai.” Temannya menghardik,‘Diamlah, wahai orang buta, wahai orang yang dungu, ini bukan urusanmu.”
Kemudian perawi kisah ini mengatakan: “Maka kamipun kembali ke kapal, di akhir-akhir malam. Sementara sang pemuda terjaga tidak bisa tidur sepanjang malam. Pikirannya sibuk mengurai apa yang telah dilihatnya. Panah setan telah menguasai hatinya, pemandangan tersebut telah menguasai batinnya. Belum lagi matahari terbit, fajar belum menyingsing tetapi pemuda menjadi orang pertama yang turun dan kapal, dalam benaknya tidak ada maksud lain kecuali hanya melihat-lihat, tidak ada keinginan lain kecuali hanya untuk melihat saja. Maka pergilah dia ke tempat tersebut, selesai melihat yang ini ia lanjutkan melihat yang itu dan begitu seterusnya melihat dari satu pemandangan ke pemandangan lainnya, hingga akhirnya ia berani membuka pintu dan menghabiskan waktunya di tempat tersebut. Hari berganti hari, sementara dirinya dalam keadaan demikian.
Nahkoda kapal mencari-carinya, dan bertanya, ‘Di mana muadzdzin (tukang adzan) kita? Di mana imam shalat kita? Di mana pemuda shalih tersebut?” Tidak ada satu pelautpun yang menjawabnya. Sang nahkoda memerintahkan anak buahnya untuk berpencar mencarinya. Hingga sampailah kabar kepada sang nahkoda berita tentang pemuda shalih dari orang yang pergi menunjukkannya ke tempat maksiat tersebut. Sang nahkoda meminta orang itu menghadap, ia memaki dan memarahinya seraya berkata: “Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah, dan takut adzabnya? Segera pergi ke sana dan bawa Ia kemari!”. Maka pergilah dia menuju pemuda tersebut, berulang kali, akan tetapi sia-sia. Orang tidak bisa membawa sang pemuda karena dia menolak dan tidak mau pulang bersama mereka. Maka tidak ada cara lain, pemimpin kapal akhimya mengutus beberapa orang untuk memaksanya kembali. Merekapun meringkusnya secara paksa, dan membawanya kembali pulang ke kapal,
Perawi kisah ini melanjutkan,“Kapal tersebut berlayar kembali menuju ke negeri asalnya. Para pelaut kembali kepada pekerjaan mereka masing-masing, sementara sang pemuda berada di sisi kapal dalam keadaan menangis menyesali nasib, merintih-rintih hingga hampir putus urat nadinya karena kerasnya tangisan. Para awak kapal menghidangkan makanan untuknya, namun ia tidak mau memakannya. Selama beberapa hari demikianlah yang terjadi padanya. Kondisinya semakin memprihatinkan. Pada suatu malam, tangis dan rintihannya semakin menjadi-jadi, tidak ada satu orangpun dan awak kapal yang bisa tertidur. Maka nahkoda kapal mendatanginya dan berkata,“Wahai pemuda, bertakwalah kepada Allah, ada apa denganmu? Sungguh rintihanmu itu mengganggu kami, kami tidak bisa tidur,  duhai engkau apa gerangan yang menjadikanmu berubah seperti ini?” Pemuda itupun menjawab sambil menahan sakit, “Tinggalkan aku sendirian, sungguh aku tidak mengetahui apa yang menimpaku.” Maka berkatalah nahkoda tersebut,‘Apa yang menimpamu?”
Kemudian sang pemuda menyingkap pakaian dan auratnya, ternyata belatung-belatung tengah berjatuhan dari kemaluannya. Bukan main terkejutnya sang Nahkoda, tubuhnya gemetar ketakutan menyaksikan hal itu, ia berkata,”A’udzubillahi min hadza (Aku berlindung kepada Allah dari yang demikian).” Kemudian ia berdiri meninggalkan pemuda tersebut. Sesaat sebelum fajar, awak kapal terbangun oleh suara keras yang memanjang, mereka segera berlari berhamburan menuju ke sumber suara dan mereka mendapati pemuda tersebut telah meninggal dalam keadaan menggigit kayu kapal, awak kapal mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa innailaihi raji’un) dan berdo’a memohon kepada Allah khusnul khatimah bagi pemuda tensebut.
Maka jadilah kisah ini sebagai pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah dan tidak ada benteng yang terbaik yang melindungi kita dari nafsu setan kecuali menjauhi fitnah dan tempat fitnah tersebut.(AR)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar